Ketika
saya masih kuliah dulu, teman sekamar kos saya di Yogyakarta yang kini
menjadi Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Akhmad Minhaji Moekti,
mengambil sikap berbeda dari orang-orang lain dalam hal makan sahur saat
berpuasa.
Kalau orang-orang lain segera berhenti
makan sahur begitu mendengar sirene atau beduk atau pemberitahuan
masuknya waktu Imsak, teman saya ini justru segera memulai makan sahur
begitu mendengar seruan imsak.
Begitu ada seruan ”Imsaak, qad aana waktul imsaak” (imsak, kini sudah masuk waktu imsak), Minhaji ini langsung makan sahur dan baru berhenti kalau sudah berkumandang azan subuh.
Kalau sudah melewati separuh bulan
Ramadan biasanya sejak pukul 2.30 dini hari Minhaji sudah berada di
Masjid Almustaqiem untuk melanjutkan salat malam atau membaca Quran,
tapi begitu ada seruan imsak dia segera pulang dulu untuk makan sahur.
Teman-teman pada berteriak, ”Eh, Min, ini sudah imsak, kok, masih makan?” Dia enteng menjawab, ”Mengapa? Kan, belum azan subuh?”
Bagi banyak orang sikap dan jawaban
Minhaji ini aneh, sebab biasanya begitu mendengar tanda imsak orang yang
berpuasa segera berhenti makan. Banyak orang tua langsung meminta
anak-anaknya berhenti makan begitu mendengar tanda imsak, tak peduli
makannya baru mulai atau sudah lama. ”Ini sudah imsak, berhenti makan
minum, puasa dimulai,” kata mereka.
Sebenarnya dari sudut fikih, apa yang
dilakukan Minhaji itulah yang benar. Di dalam ibadah puasa yang
dituntunkan oleh Rasulullah tidak dikenal adanya imsak seperti yang kita
kenal di Indonesia. Malah ada anjuran untuk mempercepat berbuka begitu
berkumandang azan magrib dan memperlambat waktu sahur sampai
berkumandang azan subuh. Maksudnya biar orang berpuasa tak terlalu lama
menahan lapar dan haus. Baik menurut kitab suci Alquran maupun yang
dipraktikkan oleh Rasulullah waktu dimulainya berpuasasetiaphari adalah
saat masuk waktu subuh, bukan saat dibunyikan sirene atau dikumandangkan
seruan imsak.
Di dalam Alquran Surat Albaqarah ayat
187 difirmankan, ”…. dan makan dan minumlah kamu hingga terang bagimu
benang putih dan benang hitam (yang menunjukkan terbitnya) fajar.” Ayat
ini sudah menegaskan bahwa kita boleh makan dan minum sampai terbitnya
fajar, yakni sampai masuk waktu untuk salat subuh. Terbitnya fajar itu
menandai masuknya waktu subuh. Praktik Rasulullah pun dalam melaksanakan
ibadah puasa seperti itu.
Di dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Abu
Daud, dan Hakim yang ditashih (dinyatakan sahih) oleh Adzdzahaby
disebutkan bahwa Nabi bersabda, ”Jika salah seorang dari kamu mendengar
azan sedangkan ia masih memegang piring (sedang makan sahur), maka
janganlah ia meletakkan piring itu hingga selesai makan.” Jadi,
mendengar azan subuh pun orang yang berpuasa tak harus langsung berhenti
makan dan minum, melainkan harus menyelesaikannya dengan tertib dan
tenang, tak usah dilakukan terburu-buru seperti dikejarkejar sesuatu
yang menakutkan.
Dalam hadis lain yang oleh Syekh
Al-Abany dinyatakan sebagai hadis hasan, Ibnu Umar meriwayatkan bahwa
pada suatu hari saat sahabat Alqamah ibn Alaatsah makan sahur bersama
Rasulullah, datang Bilal yang akan mengumandangkan azan subuh, tetapi
Nabi meminta Bilal untuk menunda azan sebentar dengan sabdanya, ”Wahai Bilal, tunggu sebentar azannya, Alqamah sedang makan sahur.”
Nash-nash tersebut menunjukkan bahwa
melaksanakan ibadah puasa itu yang wajar-wajar saja. Berbuka puasa, ya,
harus disegerakan begitu terdengar azan magrib, tak usah sok kuat
menunda berbuka sampai isya. Yang penting kalau tinggal di Jakarta, ya,
mengikuti waktu azan Jakarta, bukan mengikuti azan magrib Makassar.
Bersahur pun, ya, dianjurkan agar
diakhirkan sampai masuk waktu (azan) subuh, tak usah terlalu takut batal
sehingga terburu-buru mengakhiri makan dan minum padahal belum fajar,
apalagi mengopyak-opyak anak-anak yang masih enak-enak menikmati makan
sahur.
Bagi yang pernah berpuasa Ramadan di
Tanah Suci Mekkah dan Madinah, misalnya, pasti tahu bahwa di sana tidak
ada titik waktu imsak yang terlepas dari azan subuh. Di Mekkah dan
Madinah, waktu imsak dalam arti menahan dan menghentikan makan dan
minum, ya, berhimpit dengan saat azan subuh.
Bahkan banyak terlihat di Masjidil haram
orang yang segera mulai makan lagi begitu berkumandang azan subuh
sebagai makanan terakhir penutup sahur.
Penentuan imsak (mulai menahan) 10 menit
sebelum azan subuh tampaknya hanya kreasi kaum muslimin di kawasan Asia
Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Itu tentu baik saja sebagai
informasi bahwa waktu bersahur tersisa 10 menit lagi sehingga
orang-orang yang belum selesai makan sahur dapat segera menyesuaikan
diri. Tapi jangan dihukumkan bahwa imsak adalah titik waktu harus
berhentinya makan dan minum.
Pada saat masuk waktu subuh itulah kita
mulai berhenti makan dengan tenang dan mengakhiri dengan menyikat gigi
untuk mulai berpuasa. Jadi tenang-tenang saja, tak usah tergopoh-gopoh,
apalagi sambil panik berkejaran dengan bunyi beduk, sirene, atau suara
azan. Beribadah dalam Islam itu enak kok, tak memberatkan kita. Islam
itu memberi ruang luas bagi kita untuk hidup dan beribadah dengan enak,
tetapi bukan seenaknya.
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi |
Post A Comment: